Blog Cantona

Blog Cantona

Senin, 19 Januari 2009

Hamas dan Masa Depan Palestina


HAMAS & MASA DEPAN PALESTINA

SIMBOL Pemerintahan Palestina dirudal oleh Israel menjadi topik yang hangat pada minggu terakhir ini. Benar, kantor Perdana Menteri Palestina dihancurkan oleh tentara Israel. Negara zionis ini juga menyerang kantor Departemen Dalam Negeri Palestina dan beberapa sekolahan di Jalur Gaza. Sebelumnya penguasa Israel menahan sejumlah anggota parlemen dan menteri Palestina.

Tidak hanya itu. Pasukan Israel juga menyerang beberapa tempat yang mengakibatkan timbulnya korban masyarakat sipil. Israel berdalih tindakannya itu sebagai balasan terhadap penculikan serdadu Israel, Kopral Gilad Shalit, oleh suatu kelompok Palestina.

Pihak penculik mau melepaskan Shalit, asalkan sekitar 9000 warga Palestina yang ditahan Israel dibebaskan. Tuntutan pembebasan tersebut terutama untuk wanita dan anak-anak. Israel bukannya merundingkan tukar - menukar tahanan, tetapi malah menahan pemimpin Palestina dan merudal beberapa bangunan di Gaza.

Kondisi di atas tentunya tidak menguntungkan bagi nasib perundingan perdamaian Palestina - Israel. Anehnya sikap PM Israel, Ehud Olmert yang keras tersebut didukung oleh Amerika Serikat. Ketika PM Turki, Recep Rayyib Erdogan, menelepon Presiden AS, George W. Bush, untuk membicarakan keadaan di Timur Tengah, Bush menyatakan dukungannya pada posisi Israel.

Tampaknya ulah negara zionis yang didukung oleh AS itu dalam rangka untuk merongrong dan menjatuhkan Pemerintah Palestina yang sah di bawah kekuasaan kelompok Hamas.

Sebagaimana diketahui Hamas memenangkan pemilu anggota parlemen Palestina. Oleh karena pemimpin Hamas, Ismail Haniya, memperoleh kesempatan untuk memimpin Kabinat Palestina. Dia merupakan orang Hamas pertama yang menjadi Perdana Menteri Palestina.

Dalam pemilu yang diselenggarakan pada 25 Januari 2006 itu, Hamas memenangkan kursi parlemen. Dari 132 kursi yang diperebutkan Hamas mengantongi 76 kursi. Fatah yang menjadi rival utamanya hanya memperoleh 43 kursi. Kekalahan Fatah tentunya mengecewakan Presiden Palestina, Mahmud Abbas, yang berasal dari partai tersebut.

Sebenarnya kemenangan Hamas di atas adalah melengkapi kemenangan yang sudah diperoleh sejak setahun sebelumnya. Ketika ada pemilihan Dewan Kota di Gaza, Hamas memenangkan 77 kursi dari 118 kursi yang diperebutkan di Gaza. Hamas menang di 7 wilayah dari 10 wilayah.

Sedangkan kelompok Fatah memperoleh 26 kursi; Barisan Popular mendapatkan 1 kursi; dan sisanya (14 kursi) diperoleh caleg independen. Kemenangan Hamas di Gaza ini menambah kekuatan mereka setelah kemenangan mereka di Tepi Barat pada pemilu lokal yang diselenggarakan pada 23 Desember 2004.

Menurut Pusat Informasi Palestina, COMES, Hamas memenangkan di 13 wilayah dari 26 wilayah yang diperebutkan di Tepi Barat.

Dengan kemenangan tersebut Hamas dianggap oleh masyarakat Palestina sebagai wakil mereka yang diharapkan dapat mewujudkan apa yang mereka cita-citakan.

Masyarakat Palestina tampaknya bosan dengan berbagai upaya perdamaian yang tidak membuahkan hasil secara konkret. Mereka memilih Hamas yang dianggap mempunyai ideologi jelas, yakni memperjuangkan kemerdekaan Palestina berlandaskan panji Islam. Di sisi lain, Hamas dianggap oleh Israel sebagai "biang teror."

Masyarakat Palestina sudah cukup bosan dengan berbagai janji perdamaian yang pernah dilakukan oleh Fatah. Hamas diharapkan oleh masyarakat Palestina dapat membawa semangat baru tentang apa arti sebuah komunitas bangsa. Kekuatan moral politik Palestina tersebut akan bertambah kuat, bila dunia internasional ikut memberikan dukungan. PBB, OKI, dan lembaga dunia yang lain semestinya membantu nasib Palestina dan mengecam Israel.

Berbagai bom yang menewaskan warga Israel dianggap sebagai buah karya Hamas. Pemerintah Israel ingin "melenyapkan" Hamas, sehingga para pemimpin mereka diburu untuk dihabisi.

Mengapa kelompok Hamas yang memenangkan pemilu Palestina secara demokratis, terus dimusuhi oleh Israel dan juga oleh Amerika Serikat? Apakah mungkin Hamas dapat meneruskan untuk menahodai pemerintahan Palestina?

Pro-Kontra

Kemenangan Hamas pada pemilu legislatif tersebut mendapatkan sambutan yang beragam. Negara-negara Barat merasa cemas dengan kemenangan itu. Presiden Amerika Serikat, George W. Bush, menyatakan tidak akan berhubungan dengan Hamas, hingga kelompok itu tidak lagi memerangi Israel.

Perdana Menteri Prancis Dominique de Villepin, mengaku prihatin dengan hasil pemilihan di Palestina. Sedangkan juru bicara Perdana Menteri Inggris Tony Blair menyatakan, pemerintah Inggris siap berhubungan dengan Hamas setelah kelompok itu mencabut dukungannya kepada kelompok teroris (Tempo Interaktif, 1 Februari 2006). Sebaliknya Rusia memberikan selamat kepada Hamas atas kemenangan dalam pemilu tersebut. Presiden Rusia, Putin, bahkan mengundang pemimpin Hamas untuk membahas kelanjutan proses perdamaian Palestina-Israel.

Sementara itu dunia Arab mendukung kemenangan Hamas. Mereka menginginkan berbagai pihak termasuk Israel dan negara-negara Barat, menghargai demokrasi yang ada di Palestina. Kemenangan Hamas adalah kehendak rakyat Palestina yang mesti dihormati. Di samping itu para pemimpin dunia Arab juga menghimbau pemimpin Palestina untuk tetap berkomitmen terhadap proses perdamaian yang tengah berjalan.

Mereka mengharapkan Hamas mengubah cara perjuangan kemerdekaan Palestina. Diplomasi adalah cara yang mereka menginginkan. Dengan demikian, cara kekerasan perlu ditinggalkan.

Sebenarnya keikutsertaan Hamas dalam pemilu di Palestina sudah menunjukkan bahwa mereka sudah mengubah strategi dari cara "jalanan" menuju cara "gedongan" dengan penguasaan parlemen Palestina. Perubahan itu tidak begitu dilihat oleh Israel maupun oleh Amerika Serikat. Mereka tetap curiga pada perilaku politik Hamas yang dianggapnya "teroris."

Sebagai negara yang kampiun demokrasi, semestinya Amerika Serikat dapat melihat bagaimana demokrasi telah berjalan dengan baik di Palestina. Masyarakat dan elite Palestina telah memilih memimpin mereka. Dan Hamaslah yang menjadi pilihan mereka. Kelompok Fatah yang menjadi rival utama Hamas dan kelompok lain di Palestina telah menerima hasil pemilu dengan baik. Tetapi rupanya Israel dan AS tidak mau menghormati kemenangan Hamas. Berbagai usaha dilakukan untuk menghambat perjalanan pemerintahan

Palestina di Bawah Hamas

Kedua negara agresor itu khawatir dengan kekuatan moral politik Hamas. Mereka tahu Hamas mempunyai kekuatan yang luar biasa secara moral. Memang Hamas telah menggalang kekuatan moral dari kalangan masyarakat paling bawah. Pembinaan dilakukan melalui "pengajian" dari satu tempat ke tempat yang. Dari hari ke hari kelompok itu semakin banyak yang kemudian membentuk suatu kelompok yang lebih besar. Kelompok "pengajian" akhirnya menjelma menjadi kelompok politik besar yang dapat mengalahkan "saudara tuanya" yakni Fatah.

Perkembangan itu akan merepotkan Israel dan AS. Mereka khawatir pengalaman Hamas akan ditiru oleh kelompok-kelompok lain di berbagai negara yang dapat merugikan kepentingan Israel dan AS.

Memang sejak dari awal kelompok Hamas ini sulit disusupi oleh kepentingan Israel maupun AS. Itu berbeda dengan Fatah yang telah dikooptasi dengan berbagai pemberian oleh AS yang akhirnya menjerumuskan sebagian pemimpin Fatah dalam kasus korupsi. Kasus itu sendiri tampaknya sengaja dibiarkan terjadi dalam tubuh Fatah sebagai bagian dari pembusukan dari dalam. Dan, memang akhirnya kelompok Fatah larut dalam permaian Israel dan AS itu.

Karena Hamas sulit ditaklukkan, maka Israel berusaha unjuk kekuatan fisik dengan menyerang berbagai fasilitas Palestina. Pembangkit tenaga listrik di Gaza, kantor pemerintahan, dan juga gedung sekolah menjadi sasaran tentara zionis. Maksud utamanya jelas ingin melemahkan pemerintahan. Israel akan terus unjuk kekuatan di hadapan Hamas sampai AS menghentikan dukungannya. Kasus penculikan kopral Israel itu hanyalah dalih yang dijadikan negara zionis itu untuk melemahkan dan menggoyang Hamas.

Ironi memang, suatu kemenangan yang diperoleh secara demokratis, akhirnya akan diruntuhkan oleh negara yang mengaku kampiun demokrasi. Tetapi apakah goyangan terhadap Hamas itu akan berhasil? Bila melihat kekuatan moral politik dari dalam negeri Palestina sendiri, maka Hamas akan tetap dapat bertahan. Masyarakat Palestina sudah cukup bosan dengan berbagai janji perdamaian yang pernah dilakukan oleh Fatah. Hamas diharapkan oleh masyarakat Palestina dapat membawa semangat baru tentang apa arti sebuah komunitas bangsa. Kekuatan moral politik Palestina tersebut akan bertambah kuat, bila dunia internasional ikut memberikan dukungan. PBB, OKI, dan lembaga dunia yang lain semestinya membantu nasib Palestina dan mengecam Israel.

Dari sisi Indonesia semestinya pemerintah dan masyarakat tidak berpangku tangan melihat rakyat Palestina yang terus menderita. Pernyataan simpati saja tidaklah cukup. Perlu ada tindakan lebih konkret untuk dapat meringankan beban negara itu. Ini artinya Indonesia tidak perlu memberikan angin kesempatan kepada Israel yang memungkinkan terlukanya perasaan Palestina.

Misalnya saat ini sebaiknya Indonesia tidak perlu mengirimkan Tim Fed Cup ke Tel Aviv yang direncanakan memainkan play-off tenis group II dunia melawan negeri zionis itu pada tanggal 15-16 Juli 2006. Hubungan yang tengah memburuk antara Palestina dan Israel akan memancing reaksi negatif masyarakat Indonesia bila Tim Fed Cup Indonesia nekat bertanding di Tel Aviv.

Tidak ada komentar: