Blog Cantona

Blog Cantona

Kamis, 15 Januari 2009

Cinta vs Ayahku


Oleh : Rika Komariah

Allahu akbar….. Suara adzan subuh bergema di telingaku, mataku pun terbencalak tak sabar untuk melihat dunia hari ini, apalagi hari ini adalah hari pahlawan. Kuambil air wudhu dan segera kutunaikan shalat.

Sehabis shalat, aku bergegas masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri, lalu bersiap untuk memulai hariku seperti biasa.

Aku sadar banyak teman-temanku yang menghinaku hanya karena motor bututku ini. Tapi untungnya aku masih bisa meraih cinta seorang bidadari cantik di sekolahku.

Hari ini ada pelajaran sejarah. Aku suka itu karena aku sangat mengidolakan para pahlawan negeri ini, terutama ayahku. Ia salah satu pejuang pada masa itu.

Waktu aku kecil dulu, ibuku sering bercerita betapa sulitnya hidup, betapa sulitnya memejamkan mata dan betapa sulitnya melewati hari demi hari.

Sebelum ayahku pergi, ia berpesan pada ibuku agar menyampaikannya padaku. "Jagalah negeri ini, teruskanlah perjuangan ayah,nak..!

* * *

Bel berbunyi, tanda pelajaran dimulai. Aku tersenyum masuk kelas. Good Morning, Min! Salah satu temanku menyapaku dengan bahasa asing yang jelas aku tak suka.

Hee… kita tinggal dimana? Kita itu orang Indonesia dan bahasa kita bahasa Indonesia. Loe ga tahu apa isi sumpah pemuda?.

Alah basi loe Min. Kok mau-maunya Vina pacaran ama Naga Bonar kaya loe, ejeknya padaku.

Loe jangan kurang ajar ya, gue pemuda Indonesia yang punya nasionalisme yang tinggi, ga kaya loe.

Amin, Indah..!!Apa yang kalian ributin sih? Tiba-Tiba suara itu menyeruak di tengah pembicaraan kami seiring tibanya tubuh mungil pemilik suara itu. Ibu Rahmi, guru sejarahku.

Biasa bu, Naga Bonar 3 ceramah, sahut Indah dengan raut muka yang sinis menatapku.

Sudah-sudah, Indah ayo duduk. Sekarang Ibu kasih kalian tugas berkelompok untuk membahas Sudah Merdekakah Indonesia Sekarang Ini? Ibu tunggu presentasi kalian setelah bel pertama berbunyi.

* * *

Teeetteeet, bel pertama berbunyi.

Ok, sekarang kita mulai persentasinya. Kelompok 2, kalian yang pertama. Hatiku pun langsung tersenyum.

Wuuuu. Naga Bonar maju..ha..ha..ha… Ejek Indah yang tak mau kalah.

Aku pun berdiri dengan tegap walaupun pundak ini terasa berat karena aku mempertanggungjawabkan perjuangan ayahku. Teman-Teman, merdeka artinya bebas. Bebas ada yang positif dan negatif.

Indonesia Sudah Merdeka, bahkan terlalu merdeka. Kenapa saya katakan begitu, karena orang Indonesia sekarang begitu bebas dalam mengeluarkan pendapat, bebas bergaul dengan siapa saja, bahkan bebas mengikuti budaya negeri lain.

Apakah tak sedikit pun terbesit di pikiran kita betapa sulitnya para pahlawan memperjuangkan negeri ini, apa kalian tak pernah peduli dengan mereka, padahal tanpa perjuangan mereka, kita tidak mungkin merasakan kebebasan ini. Kita seharusnya meneruskan perjuangan mereka.

Bulu kudukku berdiri seakan ikut membelaku, semua bibir yang ada di hadapku terkantup tak sedikitpun mengeluarkan suara, angin pun berhembus menyapu ketegangan.

Tettet. Bel berbunyi dan dilanjutkan dengan keprokan haru dari tangan-tangan mungil teman-temanku. Aku pun bangga, aku merasa bahwa aku adalah pemuda Indonesia sejati.

* * *

Matahari tepat berada di atas kepalaku, hari sudah menunjukkan pukul 13.00, jam sekolah pun berakhir. Aku memanggil Vina untuk pulang bersamaku. Dia lalu naik di belakangku dan tangannya merangkul pinggangku.

Vin, kamu kenapa kok murung hari ini? Nggak apa -apa kok. Tak terasa roda motorku berhenti karena telah tiba di depan rumah Vina. Dia pun turun dengan muka yang menyimpan tanya.

Aku pun pulang segera. Sesampai di rumah, aku melihat ibuku sedang bersedih, mungkin ia teringat akan ayahku. Sejumlah album photo peninggalan ayahku menjadi tempat tetesan air mata ibuku.

Aku melihat ada photo ayahku bersama seorang temannya yang mukanya mirip ayah Vina. Aku langsung tanyakan pada ibu.

Bu, ini teman seperjuangan ayah kan? Ibuku semakin meneteskan air matanya dan memelukku. Nak, tadinya orang itu sahabat ayahmu, tapi dia penghianat!! Dia yang menyebabkan ayahmu tertangkap dan disiksa oleh penjajah sampai meninggal.

Apa???…Jadi..jadi orang ini yang menyebabkan ayah terbunuh???. Aku pun ikut berapi-api. Tanpa pikir panjang aku langsung meluncur menuju rumah Vina.

Brengsek!!! Kamu penghianat! Vina yang menangis kencang mencoba meleraiku. Sudah Amin,sudah!!cukup!

Ooo, jadi ini yang bikin kamu merasa bersalah sama aku.Ternyata kamu anak penghianat!

Vina melayangkan telapak tangannya ke pipiku, ia menamparku. Gak nyangka Min, kamu bertindak semena-mena tanpa mau mendengarkan penjelasan kami.

Min, sebelumnya Om minta maaf. Tidak semua pernyataanmu itu benar. Om terpaksa memberi tahu Belanda akan keberadaan ayahmu, karena Om diancam, mereka akan mengambil Vina jika Om tidak memberi tahu dimana ayahmu.

Ya Tuhan ku harus bagaimana???.Aku mengadu pada Sang Pencipta. Aku pergi. Aku tak tahu ke mana tujuanku. Hari semakin gelap tertutup awan hitam yang tebal, petir pun sesekali menyambar. Roda motorku membawaku ke makam ayahku. Aku mencurahkan semua yang kurasa.

* * *

Kukuruyuk

Ayam berkokok diiringi dengan dering HPku. Ternyata ibuku yang menelpon. Amin kamu dimana, nak? Vina bunuh diri Min!

Apa???.Apa benar yang dikatakan ibuku?

Aku segera mencari kebenaran itu. Aku kembali ke rumah Vina dan benar adanya.

Vina…! Aku menangis kencang dan ayah Vina menghampiriku.

Min, mungkin ini karma yang Om terima karena dulu telah mempertaruhkan nyawa ayahmu demi Vina. Kini kesalahan Om terbayar.

Aku tak tahu apa yang semestinya kurasakan, antara sedih karena orang yang kucintai meninggalkanku, atau aku bahagia karena dendamku terbalaskan?

Tidak ada komentar: